Sabtu, 02 November 2013

FLORA DAN FAUNA YANG MENJADI MASKOT DARI KALIMANTAN TIMUR


FLORA
Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata)

Siapa yang tak mengenal anggrek hitam (Coelogyne pandurata)?Keelokannya telah tersohor ke seantero Indonesia bahkan dunia. Flora ini merupakan spesies asli Kalimantan. Salah satu habitatnya berada di Cagar Alam Padang Luway yang secara administrasi terletak di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Melak dan Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Anggrek Hitam memiliki nama ilmiah Coelogyne pandurata. Tumbuhan ini hidup bergerombol membentuk rumpun. Bagian pangkalnya memiliki umbi yang berbentuk bulat telur agak pipih, dengan dua helai daun elips yang menjulang ke atas. Kebanyakan orang mengira bahwa bunga anggrek hitam berwarna hitam secara keseluruhan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Bunga anggrek hitam berbentuk tangkai dengan jumlah kuntum bunga antara 5-10 kuntum per tangkai. Warna bunganya didominasi oleh warna hijau kekuningan pada bagian kelopak dan mahkotanya, sedang bagian bibir bunga berwarna hitam dimana bagian dalam terdapat bintik-bintik warna hitam dengan kombinasi garis-garis hitam. Keindahannya bisa dinikmatai saat musim berbunga tiba.

Musim berbunga Anggrek Hitam biasanya terjadi pada akhir tahun antara bulan Oktober sampai Desember. Ketika musim bunga, terdapat ratusan kuntum bunga yang bisa kita temui di sana. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, anggrek hitam memiliki daya mistis. Masyarakat Dayak sangat menghormati anggrek hitam, mencurinya berarti merupakan pelanggaran terhadap hukum adat yang sulit terampuni.

Selain anggrek hitam, di dalam kawasan ini juga dapat dijumpai beberapa jenis anggrek lain seperti anggrek tebu (Gramatophyllum speciosum), anggrek merpati (Dendrobium cruminatum), anggrek merpati tanah (Bromheadia finlaysoniana) dan beberapa jenis anggrek lainnya. Selain itu dijumpai pula tumbuhan karnivora jenis kantong semar (Nepenthes sp).

Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan anggrek hitam di Cagar Alam Padang Luway kian terancam. Kebakaran hutan yang terjadi hampir sepanjang tahun merupakan ancaman serius akan keberadaannya. Kebakaran hebat beberapa tahun lalu sempat memporakporandakan kawasan ini dan sekarang menyisakan lahan kosong yang telah ditumbuhi semak belukar.  Sebaran anggrek hitam di kawasan Cagar Alam Padang Luway saat ini hanya tersisa ± 45 Ha dari luas total kawasan sebesar 5000 Ha, yaitu yang terdapat di Kersik Luway. Sisanya berupa semak belukar, padang ilalang, areal terbuka dan perkebunan karet milik masyarakat setempat.

Aktivitas masyarakat setempat juga turut memberikan dampak negatif kepada kawasan ini. Di dalam kawasan Cagar Alam, dengan mudah dapat dijumpai perkebunan karet milik masyarakat. Sungguh ironis memang, kawasan yang seharusnya dijaga keasliannya justru digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Selain itu ditemukan pula pemukiman penduduk.

Selain ancaman kebakaran dan perambahan, adanya kebijakan Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Barat dengan memfungsikannya kawasan Cagar Alam Padang Luway sebagai tempat wisata semakin menambah peliknya permasalahan di kawasan ini. Padahal jika dilihat statusnya yang merupakan Cagar Alam, seharusnya kegiatan yang diijinkan hanyalah untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lain yang menunjang budidaya. Pencurian, sampah dan terganggunya habitat merupakan beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan wisata.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Balai KSDA Kalimantan Timur tahun 2008, sampai saat ini di kawasan ini telah berdiri beberapa bangunan pendukung kegiatan pariwisata seperti: pusat informasi wisata bagi pengunjung (information center), sarana untuk berjualan makanan (gerobak/display untuk menaruh dagangan) dan portal masuk ke kawasan Cagar Alam. Belum lagi adanya pembangunan jalan pengangkut Batubara PT. Trubaindo yang lokasinya sangat dekat dengan batas Cagar Alam Padang Luway. Dikawatirkan jalan tersebut akan bertambah lebar dan semakin mengancam keberadaan Cagar Alam Padang Luway (Anonim, 2008).

Balai Konservasi Sumber Daya Alam sebagai institusi yang mengelola kawasan ini telah, sedang dan akan melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menjaga eksistensi kawasan ini. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki, Balai KSDA Kaltim telah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan diantaranya, melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan Dinas Pariwisata Kutai Barat dalam rangka menghentikan kegiatan wisata di Cagar Alam, menurunkan tingkat perambahan kawasan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan, pembentukan kader konservasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan kepedulian terhadap kawasan konservasi, perlindungan kawasan melalui kegiatan penjagaan kawasan dan pembentukan posko pemadam kebakaran yang bekerja sama dengan masyarakat dan instansi terkait.

Kegiatan yang sedang dilakukan diantaranya seperti operasi fungsional kawasan, patroli rutin kawasan, pengamanan rutin kawasan, operasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran, sosialisasi penngendalian kebakaran hutan dan lahan melalui rapat koordinasi dan pembagian poster. Pada tahun 2010 Balai KSDA Kaltim berencana membangun gedung kantor Daerah Operasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (DaOps Dalkarhut), seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Paser. Diharapkan dengan berdirinya kantor DAOPS Dalkarhut di Kabupaten Kutai Barat, permasalahan yang terkait dengan kebakaran hutan bisa segera teratasi.

Dengan banyaknya permasalahan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Padang Luway semoga tidak malah menciutkan nyali kita dalam upaya menjaga kelestarian Cagar Alam Padang   kontribusi dalam menjaga kelestarian anggrek hitam khususnya dan spesies lain yang menggantungkan hidupnya pada Cagar Alam Padang Luway. Semoga.

FAUNA
Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) bisa jadi merupakan mamalia air paling langka di Indonesia. Populasi Pesut Mahakam diperkirakan tidak lebih dari 70 ekor saja. Pun Pesut Mahakam yang merupakan sub-populasi Orcaella brevirostris hanya bisa ditemukan di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur saja. Sehingga tidak mengherankan jika kemudian Pesut Mahakam ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Kalimantan Timur.
Pesut merupakan mamalia air yang unik. Berbeda dengan lumba-lumba dan ikan paus, pesut (Orcaella brevirostris) hidup di air tawar yang terdapat di sungai-sungai dan danau yang terdapat di daerah tropis dan subtropis.
Pesut Mahakam adalah salah satu sub-populasi pesut (Orcaella brevirostris) selain sub-populasi Sungai Irrawaddi (Myanmar), sub-populasi Sungai Mekong (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sub-populasi Danau Songkhla (Thailand), dan sub-populasi Malampaya (Filipina). Pesut yang termasuk salah satu satwa dilindungi di Indonesia ini dalam bahasa Inggris disebut sebagai Irrawaddy Dolphin atau Dolphin Snubfin.
Diskripsi Pesut. Pesut Mahakam dewasa mempunyai panjang tubuh hingga 2,3 meter dengan berat mencapai 130 kg. Tubuh Pesut berwarna abu-abu atau kelabu sampai biru tua dengan bagian bawah berwarna lebih pucat.
Bentuk badan pesut hampir mendekati oval dengan sirip punggung mengecil dan agak ke belakang. Kepala pesut berbentuk bulat dengan mata yang berukuran kecil. Bagian moncong pendek dan tampak papak dengan lubang pernafasan. Sirip punggung berukuran kecil terletak di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar, tidak ada paruh. Sirip renangnya relatif pendek dan lebar.
Pesut bernafas dengan mengambil udara di permukaan air. Binatang ini dapat juga menyemburkan air dari mulutnya. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Meski pandangannya tidak begitu tajam dan hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun mempunyai kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan dengan menggunakan gelombang ultrasonik.
Pesut Mahakam, tinggal 70 ekor
Pesut Mahakam, tinggal 70 ekor
Habitat dan Populasi. Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris sub-populasi sungai Mahakam) hidup di sungai Mahakam pada daerah sekitar 180 km dari muara sungai hingga 600 km dari daerah hulu. Lokasi yang diduga didiami mamalia air tawar ini antara lain Kedang Kepala, Kedang Rantau, Belayan, Kedang Pahu, dan anak sungai Ratah, serta sebagai danau Semayang dan Melintang (Kreb 1999, 2004).
Populasi Pesut Mahakam diperkirakan antara 67 hingga 70 ekor (2005). Ancaman tertinggi kelangkaan populasi Pesut Mahakam diakibatkan oleh belitan jaring nelayan. Selain itu juga akibat terganggunya habitat baik oleh lalu-lintas perairan sungai Mahakam maupun tingginya tingkat pencemaran air, erosi, dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya.
Rendahnya populasi ini membuat lumba-lumba air tawar ini menjadi salah satu binatang paling langka di Indonesia. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian IUCN Redlistmenyatakan status konservasi Pesut Mahakam sebagai Critically Endangered (Kitis) yaitu tingkat keterancaman tertinggi.
Di Indonesia sendiri, pesut Mahakam di tetapkan sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Pesut Mahakam memang benar-benar unik. Mamalia air yang hidup di air tawar dengan habitat dan persebarannya yang terpisah-pisah di beberapa tempat yang salah satunya di Kalimantan, Indonesia. Namun Pesut Mahakam juga satwa dengan ancaman kepunahan tertinggi dengan populasi yang tidak lebih dari 70 ekor saja. Anugerah dan keunikan yang hanya akan disia-siakan oleh bangsa yang bodoh, tentunya.

Sumber :  - http://bksdakaltim.dephut.go.id
               - http://alamendah.org

1 Komentar:

Pada 30 November 2013 pukul 00.45 , Anonymous Anonim mengatakan...

Thank's gan infonya !!!

www.bisnistiket.co.id

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda