MAKNA CORAK BATIK MEGAMENDUNG DARI CIREBON
Motif
batik Megamendung
Motif batik Megamendung merupakan karya seni batik yang identik dan bahkan
menjadi ikon batik daerah Cirebon dan daerah Indonesia lainnya. Motif batik ini
mempunyai kekhasan yang tidak ditemui di daerah penghasil batik lain. Bahkan
karena hanya ada di Cirebon dan merupakan masterpiece, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI akan
mendaftarkan motif megamendung ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah
satu world heritage.'
Motif
megamendung sebagai motif dasar batik sudah dikenal luas sampai ke manca
negara. Sebagai bukti ketenarannya, motif megamendung pernah dijadikan cover
sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design,
karya seorang berkebangsaan Belanda bernama Pepin
van Roojen. Kekhasan motif megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa
gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai
filosofi yang terkandung di dalam motifnya. Hal ini berkaitan erat dengan
sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon. H. Komarudin Kudiya S.IP,
M.Ds, Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyatakan
bahwa:
“
Motif megamendung merupakan wujud karya
yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif megamendung
sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya. Pernyataan
ini tidak bermaksud membatasi bagaimana motif megamendung diproduksi, tapi
lebih kepada ketidaksetujuan penggunaan motif megamendung untuk barang-barang
yang sebenarnya kurang pantas, seperti misalnya pelapis sandal di hotel-hotel “
Sejarah
motif batik Megamendung
Sejarah timbulnya motif megamendung
berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan
bangsa China ke
wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat
persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam
sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agamaIslam di
wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang
dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Dalam faham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia
atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental
(Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam
pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk
ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang
masuknya budaya dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton
menuangkan budaya dan tradisi China ke dalam motif batik yang mereka buat,
tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan antara motif
megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung
China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon,
garis awan cenderung lonjong, lancip dan segitiga.
Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat
yang konon berpusat di Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang
mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat
tersebut. Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini
terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke
arah Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng
batik Cirebon identik dengan batik Trusmi.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Cirebon
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda