Heris Trisna Yasin
Selasa, 22 April 2014
Sabtu, 19 April 2014
MACAM-MACAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Macam-macam hak kekayaan intelektual yaitu:
1.
Hak Cipta
Hak eksklusif yang
diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan,
memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya
tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.
UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya
intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam
bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang
telah dituangkan dalam wujud tetap.
Untuk mendapatkan
perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan.
Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian,
begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada
ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak
Cipta.
a. Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk
perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin
Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku
selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah
Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan
bahwa Hak Cipta atas Ciptaan: program komputer; sinematografi; fotografi;
database; dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan.
b. Pelanggaran
dan Saksi
Dengan
menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak
Cipta atas:
a) penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta
b) pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan
di dalam atau di luar Pengadilan
c) pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
·
ceramah yang semata-mata untuk tujuan
pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
·
pertunjukan atau pementasan yang tidak
dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta.
d) perbanyakan
suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial
e) perbanyakan
suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f) perubahan
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g) pembuatan
salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
2.
Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )
Hak yang mengatur
segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan
hukum.
Hak kekayaan industri (
industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai
perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada
tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a.
Paten, yakni hak eksklusif yang
diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka
waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku
patennya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
b.
Merk dagang, hasil karya, atau
sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh
individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
c.
Hak desain industri, yakni perlindungan
terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu
rancangan dan spesifikasi suatu proses industry. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
d.
Hak desain tata letak sirkuit terpadu
(integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam
sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
e.
Rahasia dagang, yang merupakan rahasia
yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
f.
Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman : Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang
dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor
PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui
kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1). Hak Perlindungan Varietas Tanaman
adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak
PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi
persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama
waktu tertentu. (Pasal 1 Ayat 2). Varietas Tanaman adalah sekelompok tanaman
dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan
tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau
kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang
sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak
tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)
PERUNDANGAN YANG MENGATUR HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pasal Perundang-undangan yang Mengatur Hak Kekayaan
Intelektual :
§ UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
§ UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1982 Nomor 15)
§ UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
§ UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
Sumber :
http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/10/hak-kekayaan-intelektual/
Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta
A. Latar
Belakang
Perlindungan
dalam hak cipta secara domestik saja tidak cukup dan kurang bermanfaat bagi
menumbuhkan kreativitas para pencipta, karena suatu upaya untuk mendorong
kemajuan dibidang karya cipta ini sangat berarti jika perlindungan itu dijamin
disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu
benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta ini terdiri atas 2 konvensi
internasional yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention (UCC).
Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan
masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur
mendapatkan hak.
B. Pengertian
Hak Cipta
Hak
Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
berdasarkan rumusan pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa hak cipta hanya dapat dimiliki oleh pencipta atau penerima
hak disebut sebagai pemegang hak khususnya yang hanya boleh menggunakan hak
cipta dan dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
mengganggu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh
aturan hukum.
Hak
cipta disebut juga hak ekslusif, bahwa selain pencipta, orang lain tidak berhak
atasnya kecuali atas izin dari penciptanya. Hak muncul secara otomatis setelah
sesuatu ciptaan dihasilkan. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara
penyerahan nyata karena mempunyai sifat manunggal dengan pencipta dan bersifat
tidak berwujud videnya pada penjelasan Undang-Undang Hak Cipta (UHC) pasal 4
ayat 1 di Indonesia. Sifat manunggal menyebabkan hak cipta tidak dapat
digadaikan, karena jika digadaikan berarti pencipta harus ikut beralih ke
tangan kreditur.
C. Konvensi
Internasional Tentang Berner Convention
Konvensi
Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak
cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern
mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah
menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual
lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Sebagaimana Konvensi Paris,
Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada
tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu
untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa
Prancisnya, BIRPI), di Bern.
Pada
tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan
organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967
BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak
1974 merupakan organisasi di bawah PBB. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara
yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari
negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang
dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri.
Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu
yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau
barang itu pertama kali diciptakan.
Namun
demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan
banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya
sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh
perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang
pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di
sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada?
Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak
cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih
penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus
dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara. Hak cipta di
bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara
eksplisit.
Konvensi
Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi,
akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya
meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan
perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh
Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan
hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum
perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk
sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya,
atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan
dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
Konvensi
Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908,
diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di
Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971,
dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota
Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini
tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal
pemberlakuannya di negara masing-masing. Keikutsertaan suatu negara sebagai
anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban
negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang
hak cipta, yaitu:
·
Prinsip national treatment, Ciptaan yang
berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan
hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga
negara sendiri
·
Prinsip automatic protection, Pemberian
perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat
apapun (no conditional upon compliance with any formality)
·
Prinsip independence of protection, Bentuk
perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan
perlindungan hukum Negara asal pencipta
Konvensi
bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan
artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah
beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi
pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin
pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal
24 Maret 1914. Selanjutnya secara berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2
juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal
14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota
konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern
adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek
perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni
yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau
bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah
mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah
ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan
adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam
konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa
yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika
digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian
diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku
terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang
bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat
melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau budaya.
D. Konvensi
Internasional Tentang Universal Copyright Convention (UCC)
Universal
Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini
mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang
pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap
orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian,
perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta
tercapai.
Dalam
hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi
bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah
dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang
memberikan hak monopoli.
Universal
Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan
amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta
diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention
mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak
kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta
itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Sumber :
http://rayitabagastya.blogspot.com/2013/06/konvensi-konvensi-internasional.html
UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
A. Latar Belakang
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menegaskan
bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang
kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri
menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Di bidang
ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang
adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta
perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga
produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang
semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu
pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang
merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan
untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang
pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka
panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan
yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri
bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat
sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang,
tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor
hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan
perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama
apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa
peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur
beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun
seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini
dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini
perlu diartikan bahwa Undang-Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap
penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas
dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus
dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight
liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana
pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa
pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan
landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan
masyarakat. Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting
dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi
ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim
usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha
industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang
sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang
besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
B. Sejarah Industri
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru.
Sesudah mata pencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi,
pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah
dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka
berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu,
alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu,
bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru
timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari
situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan
barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan
pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan
di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal
bakal berbagai asosiasi sekarang).
Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat
pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara,
minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi
permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan
pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada
akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan
Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal,
pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam
pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah
Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian
pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan
cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang
pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.
C. Pengertian Industri
Industri berasal dari bahasa latin industria yang
artinya buruh (tenaga kerja) dan industrios yang artinya kerja keras. Kata
industri yang diambil dari bahasa Inggris Industry, menurut kamus Webster’s New
School and Office Dictionary memiliki arti sebagai berikut:
1. Bekerja dengan rajin secara terus-menerus
2. Penataan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan dan
seterusnya
3. Cabang khusus dari seni, kerajinan, bisnis, dan
seterusnya
4. Suatu kumpulan perusahaan/organisasi produksi
untuk jenis produk tertentu
5. Keseluruhan perusahaan manufaktur/produktif
Menurut UU No. 05 Tahun 1984, Perindustrian adalah
tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri. Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yaitu
kelompok industri hulu atau disebut juga kelompok industri dasar, kelompok
industri hilir, dan kelompok industri kecil.
D. Klasifikasi Industri
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Indonesia No.19/M/I/1986, industri dibedakan menjadi:
1. Industri kimia dasar: misalnya industri semen,
obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar: misalnya industri
pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lain-lain.
3. Industri kecil: industri roti, kompor minyak,
makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
4. Aneka industri: industri pakaian, industri
makanan dan minuman, dan lain-lain.
Klasifikasi oleh International Standard Industrial
Classification (ISIC) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa didasarkan atas kemiripan
bahan baku dan cara-cara produksi, maka industri terbagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
1. Industri pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
2. Industri pertambangan
3. Industri manufaktur
4. Industri listrik, gas dan air
5. Industri konstruksi
6. Industri transportasi, pergudangan dan komunikasi
7. Industri perdagangan grosir dan eceran, restoran
dan hotel
8. Industri keuangan, asuransi, properti dan
jasa-jasa bisnis
9. Industri jasa masyarakat, sosial dan personal
10. Industri lainnya
Berdasarkan tempat bahan baku, industri dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku
diambil langsung dari alam sekitar, contoh: pertanian, perkebunan, perhutanan,
perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain lain. Industri ekstratif
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Industri reproduktif adalah industri yang
mengambil bahan bakunya dari alam, tetapi selalu mengganti kembali setelah
mengambilnya.
b. Industri manufaktur adalah industri yang mengolah
bahan baku menjadi barang jadi, hasilnya digunakan untuk industri lain.
2. Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan
baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
3. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk
utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya, contoh:
Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan besar kecilnya modal, industri dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri padat modal adalah industri yang
dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun
pembangunannya.
2. Industri padat karya adalah industri yang lebih
dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam
pembangunan serta pengoperasiannya.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah
karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
2. Industri kecil adalah industri yang jumlah
karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
3. Industri sedang atau industri menengah adalah
industri yang jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
4. Industri besar adalah industri yang jumlah
karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.
Berdasarkan pemilihan lokasi, industri dapat
dikelompokkan atas 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan
pada pasar (market oriented industry) adalah industri yang didirikan sesuai
dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati
kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan
semakin menjadi lebih baik.
2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan
pada tenaga kerja atau labor (man power oriented industry) adalah industri yang
berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri
tersebut membutuhkan banyak pekerja atau pegawai untuk lebih efektif dan
efisien.
3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan
pada bahan baku (supply oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati
lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya
transportasi yang besar.
Berdasarkan tahap pengolahan sumber daya alam,
industri dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri primer atau industri ekstraksi adalah industri
yang menggali dan mengolah sumber daya alam langsung dari bumi, dalam hal ini
tercakup industri pertanian dan pertambangan.
2. Industri sekunder atau industri pabrikasi adalah
industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil dari industry primer, contoh
industri semen, industri kertas, industri kain, industri mobil, dan sebagainya.
3. Industri tersier atau industri distribusi adalah
industri jasa yang mendistribusikan hasil-hasil produksi industri primer maupun
sekunder ke tangan para konsumen, contoh agen mobil, toko-toko, perusahaan
distributor dan sebagainya.
Berdasarkan asal modal, industri dibedakan menjadi 3
jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri PMDN (Penanaman Modal dalam Negri)
adalah industri yang modalnya secara keseluruhan berasal dari penanaman modal
dalam negri oleh para pengusaha swasta nasional atau pemerintah.
2. Industri PMA (Penanaman Modal Asing) adalah
industri yang modalnya sebagaian besar atau keseluruhan berasal dari penanaman
modal asing. Contoh: PT. Cocacola, PT. Uniliver, dan lain-lain.
3. Industri patungan adalah industri yang modalnya
berasal dari kerja sama antar swasta nasional dan industri asia dengan
presentase jumlah modal yang sesuai dengan peraturan penanaman modal di
Indonesia.
Berdasarkan tahapan produksi, industri dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri hulu atau industri dasar adalah industri
yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi.
2. Industri hilir adalah industri yang mengolah
bahan-bahan setengah jadi menjadi brang jadi.
Berdasarkan sifat proses produksi berkaitan dengan
bahan baku yang diproses, industri terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai
berikut:
1. Industri proses kontinyu yaitu industri yang
bahan bakunya diolah secara kontinyu seperti industri semen, industri cat,
industri cat, dan sebagainya. Disini antara keluaran mesin yang satu dengan
yang lain tidak ada keterputusan, sehingga bahan baku mengalir terus sampai
menjadi produk.
2. Industri produk diskrit, yaitu bahan baku ketika
berpindah dari mesin ke mesin terputus-putus tahap pengerjaannya (diskrit),
contoh mobil, TV, sepatu, pakaian, mebel dan sebagainya.
E. Landasan dan Tujuan Pembangunan Industri
Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 2, Pembangunan
industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan
pasal 3 UU RI No. 05 Tahun 1984, tujuan pembangunan industri adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau
hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap,
mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih
seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas
bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi
pertumbuhan industri pada khususnya;
3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta
mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan
terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan
kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif
dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa
melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi
ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri
yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang
dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
F. EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Indonesia merupakan negara yang ada dan
keberadaannya diperoleh melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang dan
dengan segala perjuangannya berhasil memperoleh pengakuan dunia internasional
dengan asas negara nusantara dalam penentuan wilayah negara meliputi seluruh
daratan, pulau, laut, dan sekitarnya. Tidak dipungkiri bahwa kemajemukan
masyarakat dan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, baik dalam bentuk
sumber daya manusia dan sumber daya alam serta potensi-potensi lainnya yang
masih belum digali merupakan aset yang bernilai sangat tinggi dan sangat
strategis tetapi masih tidak dioptimalkan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi
incaran para investor asing sebagai lokasi penanaman modal dan usaha.
Komponen-komponen yang turut menjadi daya tarik bagi investor asing selain
sumber kekayaan alam yang tersedia dan sumber daya manusia yang banyak, secara
lebih mendalam adalah tingkat populasi masyarakat Indonesia. Tingginya tingkat
populasi masyarakat Indonesia mengakibatkan harga tenaga kerja Indonesia
relatif murah dan bersaing dengan tenaga kerja mancanegara lainnya seperti
China.
Peran serta negara-negara asing dalam proses
pembangunan negara Republik Indonesia dipandang sebagai suatu hal yang penting
dan signifikan. Persoalan Penanaman modal asing juga menjadi satu bahasan
tersendiri di Undang-Undang tentang Perindustrian ini, hanya saja pengaturannya
masih sangat umum. Penanaman modal asing dibahas dalam Undang-Undang tersendiri
tentang yaitu Undang-Undang tentang Penanaman modal asing. Banyak kalangan yang
mengatakan bahwa Undang-Undang tersebut masih menguntungkan pihak investor
asing dan tidak berpihak pada industri-industri kecil di Indonesia.
Selain persoalan diatas, dalam Undang-Undang tentang
perindustrian juga diatur tentang Izin Usaha. Yang secara detail pengaturannya
juga ada pada peraturan tersendiri. Walaupun hal itu sudah diatur, tetapi masih
saja ada permasalahan. Ada sebagian kalangan yang mengeluhkan lamanya
pengurusan izin usaha industri. Birokrasinya masih terlalu ribet untuk ukuran
izin mendirikan suatu usaha. Kegelisahan ini kemudian ditanggapi oleh
pemerintah dengan menerapkan sistem pintu. Tetapi bagi sebagian kalangan, ini
pun masih menyisakan persoalan, yaitu ada banyaknya jenis usaha yang dilayani.
Belum lagi adanya pungli-pungli yang membikin resah kebanyakan orang yang ingin
meminta surat izin mendirikan usaha.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian, diatur mengenai cabang industri yang dikuasai oleh
negara yaitu cabang industri yang penting dan strategis yang menguasai hajat
hidup orang banyak, diantaranya:
1. Memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi
kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak.
2. Mengolah suatu bahan mentah strategis.
3. Berkaitan langsung dengan kepentingan pertahanan
dan kemanaan negara.
Dari aturan itu jelas bahwa jika ada sektor industri
yang menguasai hajat hidup orang banyak tetapi ternyata di kuasai bukan oleh
negara, maka itu merupakan suatu bentuk penyimpangan dari aturan yang telah
ada.
Menurut amanah UUD 1945, sistem ekonomi yang
digunakan oleh Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila. Sistem Ekonomi
Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah
negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan
bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan,
dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak
mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun
sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup
beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana
kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi
oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi
perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Jadi, segala macam sektor industri yang itu sangat
berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak, mau tidak mau harus dikuasai
oleh negara. Walaupun memang dengan adanya penanaman modal asing, memungkinkan
pihak asing memiliki saham di perusahaan tersebut, tetapi tetap saja pemilik
atau yang menguasai haruslah negara.
Kenyataan saat ini berbicara sebaliknya. Bahwa
banyak sektor-sektor industri yang sebetulnya berkaitan erat dengan hajat hidup
orang banyak, dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Ambillah contoh
Freeport, Exon Mobil, dan lain-lain. Perusahaan itu merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang perminyakan dan pertambangan dan itu berkaitan dengan hajat
hidup orang banyak. Jadi, belum ada ketegasan dari pemerintah untuk menegakkan
aturan-aturan hukum yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian.
Sumber :
http://kangkungrebus.blogspot.com/2012/07/undang-undang-perindustrian.html